Kamis, 03 Mei 2012

Askep Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
     Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal. ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
     Appendicitis adalah Peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 )

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
     Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul struktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
     Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul struktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

A.    Anatomi Fisiologi



     Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Posisi apendiks. Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
     Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

B.     Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu :
1.      Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena; hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak; Adanya faekolit dalam lumen appendiks; Adanya benda asing seperti biji – bijian; Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.      Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3.      Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.      Tergantung pada bentuk appendiks
a.       Appendiks yang terlalu panjang
b.      Messo appendiks yang pendek
c.       Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d.      Kelainan katup di pangkal appendiks

C.    Manifestasi Klinik
     Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari  Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika ditekan pada daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
     Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.



D.    Patofisiologi
     Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid). Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak– anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.
     Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat , kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing . proses inflamasi ini meningkatkan tekanan intraluminal , menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif , dalam beberapa jam , terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen . akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
E.     Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila memenuhi (Pierce dan Neil, 2007):
1.      gambaran klinis yang mengarah ke appendisitis.
2.      laboratorium : lekositosis ringan, lekosit > 13.000 /dl biasanya pada perforasi, terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
3.      USG untuk massa appendix dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya.
4.      Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
5.      CT scan pada usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.

F.     Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1.      Perforasi
           Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).
2.      Peritonitis
           Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).
3.      Massa Periapendikuler
           Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).

G.    Penatalaksanaan
1.      Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
2.      Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
3.      Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.


BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Riwayat kesehatan masa lalu dan sekarang
3.      Keluhan utama klien
Pemeriksaan fisik
1.      Aktivitas/Istirahat
Gejala : Malaise
2.      Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3.      Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
4.      Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual atau muntah
5.      Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
Ø  Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
Ø  Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda :
Ø  Prilaku berhati – hati berbaring kesamping atau terlentang dengan lutut ditekuk : meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
Ø  Ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
Ø  Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6.      Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
7.      Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal (Marilyn E. doenges, 508 – 505, 2000)
8.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubunngan dengan nyeri abdomen contohnya pielis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional. Dapat terjadi pada berbagai usia
9.      Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,2 hari
Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan sedikit dalam transportasi tugas pemeliharaan rumah

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
2.      Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3.      Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan


C.    Intervensi Keperawatan
1.      Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan
Kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
1.      Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
2.      Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
3.      Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

2.      Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
Intervensi :
1.       Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
2.      Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
3.      Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
4.      HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.

3.      Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi
Kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi :
1.      Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2.      Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
3.      Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
4.      Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).


4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
Intervensi :
1.      Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2.      Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3.      Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Intervensi :
1.      Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2.      Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minima
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3.      Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
4.      Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5.      Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6.      Tawarkan minum saat makan bila toleran
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7.      Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
8.      Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
1.      Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2.      Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3.      Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.


4.      Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5.      Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
6.      Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

D.    Evaluasi
1.      klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
2.      klien dapat terhidar dari bahaya infeksi
3.       rasa nyeri akan dapat teratasi
4.      Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
5.      klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya
6.      klien dapat melakukan perawatan diri









DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar: