Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang
yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya
tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Keadaan ini dapat dihubungkan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau
grakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga
epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
B. Etiologi
Etiologi epilepsi terdiri dari
:
1.
Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak
diketahui meliputi kira-kira 50 % dari penderita epilepsi anak, awitan biasanya
pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.
2.
Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang
bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa,
neurofibramatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.
Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells.
4.
kelainan kongenital otak; atrofi, porensefali,
agenesis korpus kolosum.
5.
Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia, hipernatremia.
6.
Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri
atau virus pada otak dan selaput toksoplasmosis.
7.
Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid,
hematoma subdural
8.
Neoplasma otak dan selaputnya
9.
Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit
kolagen
10. Keracunan; timbal
(Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11. Lain-lain; penyakit
darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi
karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam
otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan
listrik dari sel saraf tersebut.
Beberapa penyelidikan
menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran
postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu
saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin
sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel
saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik
dan merembes keluaran dari otak sebagai gejala sisa dari meningitis,
ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan
setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas
muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai
konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas
muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang
biasanya simptomatik.
Pada epilepsi idiopatik, tipe
grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares
talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan
korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat
kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada
grandmal, oleh karena sebab yang belum dipastikan, terjadilah lepas muatan
listrik dari inti-inti intraminar talamik secara berlebihan. Perangsangan
talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan
sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls
aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mesenfalon yang
dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik
sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot
skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.
Penyimpangan KDM
(faktor penyebab)
- Gangguan
keseimbangan zat kimiawi dalam sel saraf
- Kelainan
pada jaringan
- Cedera
kepala
- Tumor
otak
- Infeksi
meningitis
↓
Lesi pada otak
(talamus dan
korteks serebri)
↓
Gangguan fungsi
neuron otak
↓
Gangguan keseimbangan antara
proses eksitasi dan inhibisi
↓
Depolarisasi membran
neuron
↓
Terlepasnya muatan listrik secara abnormal
------------ --- ----------- ↓
↓ kesadaran
hilang
Kontraksi simultan ←
Perubahan motorik kejang ↓
Diafragma dan otak, dada ↓ resiko
tinggi terjadi
Lidah, tertekan Epilepsi luka
↓ ↓
Obstruksi jalan nafas kurang
informasi
↓ ↓
Tidak efektifnya jalan pemahaman
proses penyakit kurang
Nafas ↓
Kurang pengetahuan stressor
meningkat
Perasaan ↓
↓ tidak
efektifnya
Gangguan konsepsi koping
adekuat
Diri : rendah diri
D. Manifestasi
Klinis
Menurut Commision
for Clasification and Terminology of the International League Against Epilepsy (ILAE)
tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
- Sawan parsial/kejang parsial (fokal, local)
- Sawan
parsial sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
- Dengan
gejala motorik
-
Fokal motorik tidak menjalar, sawan terbatas pada
satu bagian tubuh saja.
-
Fokal motorik menjalar, sawan dimulai dari satu
bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
-
Versif, sawan disertai gerakan memutar kepala,
mata dan tubuh.
-
Postural, sawan disertai dengan lengan atau
tungkai kaku dalam sikap tertentu.
-
Disertai gangguan fonasi, sawan disertai arus
bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
·
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris
parsial, sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera
dan bangkitan yang disertai vertigo
-
Somatosensoris, timbul rasa kesemutan atau
seperti ditusuk-tusuk jarum
-
Visual, terlihat cahaya
-
Auditoris, terdengar sesuatu
-
Olfaktoris, terhirup sesuatu
-
Gustatoris, terkecap sesuatu
-
Disertai vertigo
· Dengan gejala atau
tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrum, pucat, berkeringat, membera,
piloereksi, dilatasi pupil)
· Dengan gejala psikis
(gangguan fungsi luhur)
-
Disfasia, gangguan bicara misalnya mengulang suatu
suku kata, kata atau mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak
mengingat sesuatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-
Kognitif, gangguan orientasi waktu, merasa diri
berubah.
-
Afektif, merasa sangat senang, susah, marah dan
takut
-
Ilusi, perubahan persepsi benda yang dilihat
tampak lebih kecil atau lebih besar
-
Halusinasi kompleks (berstruktur), mendengar ada
yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu dan lain-lain.
- Sawan
parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran).
· Serangan parsial
sederhana diikuti gangguan kesadaran; kesadaran mula-mula baik kemudian baru
menurun.
-
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4;
gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
-
Dengan automatisme. Automatisme yaitu
gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan
mengunyah-mengunyah, menelan-menelan, wajah muka berubah seringkali seperti
ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang kancing baju, berjalan,
mengembara tak menentu, berbicara dan lain-lain.
Dengan penurunan kesadaran
sejak serangan, kesadaran menurun sejak permulaan serangan
-
Hanya dengan penurunan kesadaran
-
Dengan automatisme
- Sawan
parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,
klonik)
1) Sawan parsial
sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum
2) Sawan parsial
kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum
3) Sawan parsial
sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
- Sawan
umum (konvulsif atau nonkonvulsif)
A.1. Sawan lena (absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang
sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke
atas, ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼-½
menit dan biasanya dijumpai pada anak.
a. Hanya penurunan
kesadaran
b. Dengan komponen
klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas,
sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral
c. Dengan komponen
atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh
mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
d. Dengan komponen tonik.
Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak
mengejang, kepala, badan menjadi melengkung kebelakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
e. Dengan automatisme
f. Dengan komponen
autonom.
A.2. Lena tak khas (arypical absence)
Dapat disertai :
a.
Gangguan
tonus yang lebih jelas
b. Permulaan dan
berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
B. Sawan mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi
kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua
otot, sekali atau berulang-berulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua
umur.
C. Sawan
klonik
Pada sawan ini tidak ada
komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada
anak.
D. Sawan
tonik
Pada sawan ini tidak ada
komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak.
E. Sawan
tonik-klonik
Sawan ini sering dijumpai pada
umur diatas balita yang terkenal dengan nama grandmal. Serangan dapat diawali
dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak
jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira
¼-½ menit diikuti kejang kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah
kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah dan nyeri kepala.
F. Sawan
atonik
Pada keadaan ini otot-otot
seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap
baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3. Sawan tak tergolong
Termasuk golongan ini adalah
bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah,
gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sementara.
E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnosa Penunjang
Elektroensefalografi (EEG)
merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis
epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat
serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku,
runcing lambat, paku lambat.
Pemeriksaan tambahan lain yang
juga bermanfaat adalah plemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk
mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan yang berguna untuk
mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan
laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistem
seperti hipoglikemia, hiponatremia, anemia dan lain-lain. Keracunan breath
holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur, migren.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi
dilakukan secara individual untuk memilih kebutuhan khusus masing-masing pasien
dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan
berbeda dari satu pasien dengan pasien lain karena beberapa bentuk epilepsi
yang muncul akibat kerusakan otak dan selain itu bergantung pada perubahan
kimia otak.
Farmakoterapi. Beberapa obat
antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun mekanisme kerja zat
kimia dari obat-obatan tersebut tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari
pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping
minimal. Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati
kejang.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi
tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian
yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya
hidup dikaji : Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman
kerja positif? Mekanisme koping apa yang digunakan?
Observasi dan pengkajian
selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengidentifikasi tipe kejang dan
penatalaksanaannya.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian,
diagnosa keperawatan utama pada pasien epilepsi terdiri dari :
1. Tidak efektifnya jalan napas
berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Intervensi : -Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan
datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
-Tanggalkan pakaian pada
daerah leher/dada dan abdomen
-Lakukan pengisapan sesuai
indikasi
Rasional : -Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah
jatuh dan menyumbat jalan napas
- Untuk
memfasilitasi usaha bernapas, ekspansi dada
-
Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
2. Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik
secara abnormal dan kesadaran hilang.
Intervensi : - Bila serangan terjadi ditempat tidur letakkan
bantal dibawah kepala pasien
- Dampingi
pasien saat serangan tejadi
Rasional : - Untuk
mencegah benturan di lantai
- Untuk
mencegah bahaya fisik: aspirasi, lidah tergigit
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan pemahaman
proses penyakit kurang
Intervensi : - Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi
yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur.
- Bicarakan
kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
-
Identifikasi perlunya/meningkatkan penerimaan terhadap keterbatasan yang
dimiliki, diskusikan tindakan keamanan.
Rasional : - Kebutuhan terapeutik dapat berubah dan efek samping obat yang serius
dapat terjadi
- Gangguan
kadar hormonal yang terjadi selama menstruasi dan kehamilan meningkatkan resiko
kejang.
-
Menurunkan resiko trauma oleh diri sendiri atau orang lain terutama jika kejang
terjadi tanpa diawali oleh tanda-tanda peringatan tertentu.
4. Gangguan konsep diri, rendah diri berhubungan dengan perasaan negatif
terhadap dirinya
Intervensi : - Diskusikan perasaan pasien mengenai
diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk
mengungkapkan /mengekspresikan perasaannya.
- Anjurkan
pasien untuk tidak merahasiakan masalahnya.
- Hindari
pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien.
Rasional : - Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan awal
dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan
pengobatan. Adanya keluhan merasa takut, marah dan sangat memperhatikan tentang
implikasinya dimasa yang akan datang tepat membantu pasien untuk menerima
keadaannya.
- Merahasiakan
sesuatu adalah merusak harga diri, menghentikan perkembangan dalam menangani
masalah dan mungkin secara aktual meningkatkan resiko trauma atau respons yang
negatif ketika kejang itu terjadi.
-
Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi depresi tentang
keterbatasan.
5. Tidak efektifnya koping
adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
Intervensi : - Kaji
tingkat kecemasan
- Berikan kesempatan klien
untuk mengungkapkan perasaannya.
- Beri informasi tentan
kondisinya.
Rasional : - Membantu
dalam menentukan intervensi
-
Mengurangi rasa cemas karena menyalurkan perasaannya kepada orang lain.
-
Memberikan ketenangan kepada klien dan mengurangi rasa cemas.
Masalah kolaboratif / komplikasi potensial
Kemungkinan potensial utama
pasien epilepsi adalah status epileptikus. Komplikasi lain adalah toksisitas
obat.
C. Intervensi Keperawatan
Mengurangi Rasa Takut terhadap Kejang.
Rasa takut bahwa kejang dapat terjadi tanpa
diduga dapat dikurangi dengan kepatuhan pasien terhadap tindakan yang
ditetapkan. Kerjasama pasien dan keluarga sepenuhnya penting. Mereka harus
yakin terhadap manfaat program yang ditetapkan. Harus ditekankan bahwa medikasi
antikonvulsan yang diresepkan harus dikonsumsi tanpa rasa takut tentang
ketergantungan obat selama bertahun-tahun gunakan tanpa ketakutan akan
ketergantungan obat untuk beberapa tahun jika obat-obatan tersebut diperlukan.
Jika pasien di bawah pengawasan perawatan kesehatan dan didampingi, maka pasien
melakukan instruksi dengan taat.
Kontrol kejang
bergantung pada aspek pemahaman dan kerja sama pasien. Gaya hidup dan
lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan
kejang, gangguan emosi, stresor lingkungan baru, awitan menstruasi pada pasien
wanita, atau demam. Pasien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup rutin reguler
dan sedang, diet (menghindari stimulan berlebihan), latihan, dan istirahat.
(gangguan tidur dapat menurunkan ambang pasien terhadap kejang). Aktivitas
sedang adalah terapi yang baik, tetapi juga penggunaan energi yang berlebihan
dapat dihindari.
Beberapa pasien
perlu menghindari stimulasi fotik (cahaya menyilaukan yang kelap-kelip,
menonton televisi). Dengan menguanakan kaca mata hitam atau menutup salah satu
mata dapat membantu mengontrol masalah ini.
Keadaan tegang
(ansietas, frustasi) mengakibatkan kejang pada beberapa pasien.
Pengklasifikasian pentalaksanaan stress akan bermanfaat. Karena kejang
diketahui terjadi akibat asupan alkohol, maka kebiasaan ini harus dihindari.
Terapi paling adalah mengikuti rencana pengobatan untuk menghindari stimuli
yang mencetuskan kejang.
Memperbaiki Mekanisme Koping
Telah diketahui
bahwa masalah sosial, psikologik, dan perilaku sering menyertai epilepsi yang
dapat menjadikan penderita tidak mampu dibanding kejang itu sendiri. Epilepsi
disertai dengan perasaan takut, asing, depresi, dan tidak pasti. Pasien harus
mengatasi perasaan takut terhadap kejang kontinue, dan konsekuensi yang
memalukan. Anak-anak dengan epilepsi mungkin diasingkan dan dipisahkan dari
sekolah dan kelompok aktivitas. Masalah ini merupakan masalah selama usia
remaja dan menambah tantangan setiap harinya, tidak mampu untuk menyetir dan
perasaan berbeda. Pada usia dewasa semua masalah ini menambah beban yang
didapat karena sebagai pegawai, membuat keputusan menikah dan mempunyai anak,
tidak mendapat asuransi, cacat dan adanya rintangan. Penyalahgunaan alkohol
dapat mengakibatkan komplikasi. Beban keluarga menjadi berat, dan masalah
keluarga dapat berlangsung menyeluruh berupa penolakan semu sampai terlalu
melindungi. Akibatnya dari semua faktor ini, beberapa individu epilepsi
mengalami masalah psikologis dan perilaku.
Konseling
membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang
diakibatkan oleh epilepsi. Kesempatan sosial dan rekreasi perlu untuk kesehatan
mental yang baik. Beberapa orang tidak mampu melakukan koping terhadap
epilepsi, sedangkan yang lain mengalami masalah psikologis yang disebabkan oleh
kerusakan otak. Individu kejang yang berasal dari lobus temporal otak (area
yang mengontrol pikiran dan emosi) mengalami masalah emosi khusus.
Gejala-gejala skizofrenia dan impulsif atau perilaku cepat marah dapat
disebabkan oleh kerusakan otak yang berhubungan dengan kejang lobus temporal.
Pasien ini memerlukan pelayanan kesehatan mental yang komprehensif.
Pendidikan Pasien.
Dari semua
pelayanan yang dilakukan oleh perawat yang merawat pasien epilepsi, mungkin
yang paling bermanfaat adalah upaya untuk mengubah sikap pasien dan keluarga
terhadap penyakit itu sendiri.
Pendidikan
pasien meliputi pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi untuk mencegah
dan mengontrol hiperplasia gusi pada pasien yang menggunakan fenitoin
(dilantin). Pasien juga dianjurkan untuk memberi tahu pemberi pelayanan
kesehatan tentang obat-obat yang digunakan karena adanya kemungkinan interaksi
obat-obatan bila pengobatan lain diberikan. Selain itu, konseling genetik,
evaluasi terus menerus juga perlu.
Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi
Potensial.
Pasien dan
keluarga diajarkan tentang efek samping dan diberikan pedoman khusus untuk
menggunakan pengkajian dan mencatat tanda dan gejala yang menunjukkan takar
lajak obat.
D. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama
untuk pasien meliputi kejang terkontrol, pencapaian penyesuaian psikososial
yang memuaskan, mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi, dan
tidak adanya komplikasi epilepsi.
E. Evaluasi
Hasil yang
diharapkan :
1.
Mempertahankan kontrol kejang
a. Mengikuti
program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan
b.
Mengidentifikasi efek samping obat
c. Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang
(cahaya yang menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d. Mengikuti gaya hidup sehat denga tidur yang cukup dan makan dengan
teratur untuk menghindari hipoglikemia
2. Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
3. Meningkatnya pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi
4. Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal – Bedah Edisi 8 Vol.2, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Doenges,
Marilyn.E, dkk 1999,Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Harsono,
1996, Kapita Selekta Neurologi, Edisi
2, Gajah Mada University Press : Yogyakarta
Mansjoer,
Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Media
Aesculapius.