Rabu, 13 Juni 2012

EPILEPSI


Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau grakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.

B. Etiologi
Etiologi epilepsi terdiri dari :
1.           Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi kira-kira 50 % dari penderita epilepsi anak, awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.
2.           Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibramatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.           Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells.
4.           kelainan kongenital otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kolosum.
5.           Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6.           Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri atau virus pada otak dan selaput toksoplasmosis.
7.           Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8.           Neoplasma otak dan selaputnya
9.           Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10.       Keracunan; timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11.       Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.
Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluaran dari otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simptomatik.
Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intraminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mesenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.
Penyimpangan KDM
(faktor penyebab)
  • Gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel saraf
  • Kelainan pada jaringan
  • Cedera kepala
  • Tumor otak
  • Infeksi meningitis
        ↓
Lesi pada otak
                        (talamus dan korteks serebri)
                                            ↓
                       Gangguan fungsi neuron otak
                                            ↓
                 Gangguan keseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi
                                            ↓
                          Depolarisasi membran neuron
                                             ↓
Terlepasnya muatan listrik secara abnormal ------------ --- ----------- ↓
                                             ↓                                                 kesadaran hilang
Kontraksi simultan    ←   Perubahan motorik kejang                         ↓
Diafragma dan otak, dada             ↓                                                   resiko tinggi terjadi
Lidah, tertekan                        Epilepsi                                               luka
↓                                          ↓
Obstruksi jalan nafas               kurang informasi
↓                                           ↓
Tidak efektifnya jalan             pemahaman proses penyakit kurang
Nafas                                                 ↓
Kurang pengetahuan                           stressor meningkat
Perasaan                                                                                  ↓
↓                                                                                  tidak efektifnya
Gangguan konsepsi                                                     koping adekuat
Diri : rendah diri



D. Manifestasi Klinis
Menurut Commision for Clasification and Terminology of the International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
  1. Sawan parsial/kejang parsial (fokal, local)
  1. Sawan parsial sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
    • Dengan gejala motorik
-          Fokal motorik tidak menjalar, sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja.
-          Fokal motorik menjalar, sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
-          Versif, sawan disertai gerakan memutar kepala, mata dan tubuh.
-          Postural, sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu.
-          Disertai gangguan fonasi, sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
·         Dengan gejala somatosensoris atau sensoris parsial, sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera dan bangkitan yang disertai vertigo
-          Somatosensoris, timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
-          Visual, terlihat cahaya
-          Auditoris, terdengar sesuatu
-          Olfaktoris, terhirup sesuatu
-          Gustatoris, terkecap sesuatu
-          Disertai vertigo
·      Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrum, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
·      Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
-          Disfasia, gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat sesuatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-          Kognitif, gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
-          Afektif, merasa sangat senang, susah, marah dan takut
-          Ilusi, perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar
-          Halusinasi kompleks (berstruktur), mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu dan lain-lain.
  1. Sawan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran).
·   Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran; kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
-          Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
-          Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah-mengunyah, menelan-menelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, berbicara dan lain-lain.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak permulaan serangan
-          Hanya dengan penurunan kesadaran
-          Dengan automatisme
  1. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
1)      Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum
2)      Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum
3)      Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
  1. Sawan umum (konvulsif atau nonkonvulsif)
A.1. Sawan lena (absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼-½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
a.       Hanya penurunan kesadaran
b.      Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral
c.       Dengan komponen atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
d.      Dengan komponen tonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung kebelakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
e.       Dengan automatisme
f.       Dengan komponen autonom.
A.2. Lena tak khas (arypical absence)
Dapat disertai :
a.       Gangguan tonus yang lebih jelas
b.      Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
B. Sawan mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, sekali atau berulang-berulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
C. Sawan klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak.
D. Sawan tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak.
E. Sawan tonik-klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal dengan nama grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼-½ menit diikuti kejang kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah dan nyeri kepala.
F. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3.      Sawan tak tergolong
Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.

E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnosa Penunjang
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah plemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan yang berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistem seperti hipoglikemia, hiponatremia, anemia dan lain-lain. Keracunan breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur, migren.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memilih kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan berbeda dari satu pasien dengan pasien lain karena beberapa bentuk epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi. Beberapa obat antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal. Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang.


KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji : Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja positif? Mekanisme koping apa yang digunakan?
Observasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengidentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pada pasien epilepsi terdiri dari :
1. Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Intervensi : -Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
-Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen
-Lakukan pengisapan sesuai indikasi
Rasional : -Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
- Untuk memfasilitasi usaha bernapas, ekspansi dada
- Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
2. Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik secara abnormal dan kesadaran hilang.
Intervensi : - Bila serangan terjadi ditempat tidur letakkan bantal dibawah kepala pasien
- Dampingi pasien saat serangan tejadi
Rasional : - Untuk mencegah benturan di lantai
                 - Untuk mencegah bahaya fisik: aspirasi, lidah tergigit
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan pemahaman proses penyakit kurang
Intervensi : - Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur.
- Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
- Identifikasi perlunya/meningkatkan penerimaan terhadap keterbatasan yang dimiliki, diskusikan tindakan keamanan.
Rasional : - Kebutuhan terapeutik dapat berubah dan efek samping obat yang serius dapat terjadi
- Gangguan kadar hormonal yang terjadi selama menstruasi dan kehamilan meningkatkan resiko kejang.
- Menurunkan resiko trauma oleh diri sendiri atau orang lain terutama jika kejang terjadi tanpa diawali oleh tanda-tanda peringatan tertentu.
4. Gangguan konsep diri, rendah diri berhubungan dengan perasaan negatif terhadap dirinya
Intervensi : - Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan /mengekspresikan perasaannya.
- Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan masalahnya.
- Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien.
Rasional : - Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan. Adanya keluhan merasa takut, marah dan sangat memperhatikan tentang implikasinya dimasa yang akan datang tepat membantu pasien untuk menerima keadaannya.
- Merahasiakan sesuatu adalah merusak harga diri, menghentikan perkembangan dalam menangani masalah dan mungkin secara aktual meningkatkan resiko trauma atau respons yang negatif ketika kejang itu terjadi.
- Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi depresi tentang keterbatasan.
5. Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
Intervensi : - Kaji tingkat kecemasan
- Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Beri informasi tentan kondisinya.
Rasional : - Membantu dalam menentukan intervensi
- Mengurangi rasa cemas karena menyalurkan perasaannya kepada orang lain.
- Memberikan ketenangan kepada klien dan mengurangi rasa cemas.
Masalah kolaboratif / komplikasi potensial
Kemungkinan potensial utama pasien epilepsi adalah status epileptikus. Komplikasi lain adalah toksisitas obat.

C. Intervensi Keperawatan
Mengurangi Rasa Takut terhadap Kejang.
 Rasa takut bahwa kejang dapat terjadi tanpa diduga dapat dikurangi dengan kepatuhan pasien terhadap tindakan yang ditetapkan. Kerjasama pasien dan keluarga sepenuhnya penting. Mereka harus yakin terhadap manfaat program yang ditetapkan. Harus ditekankan bahwa medikasi antikonvulsan yang diresepkan harus dikonsumsi tanpa rasa takut tentang ketergantungan obat selama bertahun-tahun gunakan tanpa ketakutan akan ketergantungan obat untuk beberapa tahun jika obat-obatan tersebut diperlukan. Jika pasien di bawah pengawasan perawatan kesehatan dan didampingi, maka pasien melakukan instruksi dengan taat.
Kontrol kejang bergantung pada aspek pemahaman dan kerja sama pasien. Gaya hidup dan lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan kejang, gangguan emosi, stresor lingkungan baru, awitan menstruasi pada pasien wanita, atau demam. Pasien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup rutin reguler dan sedang, diet (menghindari stimulan berlebihan), latihan, dan istirahat. (gangguan tidur dapat menurunkan ambang pasien terhadap kejang). Aktivitas sedang adalah terapi yang baik, tetapi juga penggunaan energi yang berlebihan dapat dihindari.
Beberapa pasien perlu menghindari stimulasi fotik (cahaya menyilaukan yang kelap-kelip, menonton televisi). Dengan menguanakan kaca mata hitam atau menutup salah satu mata dapat membantu mengontrol masalah ini.
Keadaan tegang (ansietas, frustasi) mengakibatkan kejang pada beberapa pasien. Pengklasifikasian pentalaksanaan stress akan bermanfaat. Karena kejang diketahui terjadi akibat asupan alkohol, maka kebiasaan ini harus dihindari. Terapi paling adalah mengikuti rencana pengobatan untuk menghindari stimuli yang mencetuskan kejang.

Memperbaiki Mekanisme Koping
Telah diketahui bahwa masalah sosial, psikologik, dan perilaku sering menyertai epilepsi yang dapat menjadikan penderita tidak mampu dibanding kejang itu sendiri. Epilepsi disertai dengan perasaan takut, asing, depresi, dan tidak pasti. Pasien harus mengatasi perasaan takut terhadap kejang kontinue, dan konsekuensi yang memalukan. Anak-anak dengan epilepsi mungkin diasingkan dan dipisahkan dari sekolah dan kelompok aktivitas. Masalah ini merupakan masalah selama usia remaja dan menambah tantangan setiap harinya, tidak mampu untuk menyetir dan perasaan berbeda. Pada usia dewasa semua masalah ini menambah beban yang didapat karena sebagai pegawai, membuat keputusan menikah dan mempunyai anak, tidak mendapat asuransi, cacat dan adanya rintangan. Penyalahgunaan alkohol dapat mengakibatkan komplikasi. Beban keluarga menjadi berat, dan masalah keluarga dapat berlangsung menyeluruh berupa penolakan semu sampai terlalu melindungi. Akibatnya dari semua faktor ini, beberapa individu epilepsi mengalami masalah psikologis dan perilaku.
Konseling membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang diakibatkan oleh epilepsi. Kesempatan sosial dan rekreasi perlu untuk kesehatan mental yang baik. Beberapa orang tidak mampu melakukan koping terhadap epilepsi, sedangkan yang lain mengalami masalah psikologis yang disebabkan oleh kerusakan otak. Individu kejang yang berasal dari lobus temporal otak (area yang mengontrol pikiran dan emosi) mengalami masalah emosi khusus. Gejala-gejala skizofrenia dan impulsif atau perilaku cepat marah dapat disebabkan oleh kerusakan otak yang berhubungan dengan kejang lobus temporal. Pasien ini memerlukan pelayanan kesehatan mental yang komprehensif.
Pendidikan Pasien.
Dari semua pelayanan yang dilakukan oleh perawat yang merawat pasien epilepsi, mungkin yang paling bermanfaat adalah upaya untuk mengubah sikap pasien dan keluarga terhadap penyakit itu sendiri.
Pendidikan pasien meliputi pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi untuk mencegah dan mengontrol hiperplasia gusi pada pasien yang menggunakan fenitoin (dilantin). Pasien juga dianjurkan untuk memberi tahu pemberi pelayanan kesehatan tentang obat-obat yang digunakan karena adanya kemungkinan interaksi obat-obatan bila pengobatan lain diberikan. Selain itu, konseling genetik, evaluasi terus menerus juga perlu.
Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial.
Pasien dan keluarga diajarkan tentang efek samping dan diberikan pedoman khusus untuk menggunakan pengkajian dan mencatat tanda dan gejala yang menunjukkan takar lajak obat.
D. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama untuk pasien meliputi kejang terkontrol, pencapaian penyesuaian psikososial yang memuaskan, mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi, dan tidak adanya komplikasi epilepsi.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan kontrol kejang
a. Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan
b. Mengidentifikasi efek samping obat
c. Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang (cahaya yang menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d. Mengikuti gaya hidup sehat denga tidur yang cukup dan makan dengan teratur untuk menghindari hipoglikemia
2. Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
3. Meningkatnya pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi
4. Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.





 DAFTAR PUSTAKA


Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Edisi 8 Vol.2, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Doenges, Marilyn.E, dkk 1999,Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Harsono, 1996, Kapita Selekta Neurologi, Edisi 2, Gajah Mada University Press : Yogyakarta

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Media Aesculapius.




















Read More >>

KARSINOMA LAMBUNG


Kanker dini lambung adalah keganasan pada lambung yang masih terlokalisir pada mukosa dan submukosa tanpa memperhatikan sudah metastasis atau belum. tumor jinak di lambung agaknya tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker.(medicastore.com)



B. ETIOLOGI
Kanker lambung sering dimulai pada sisi dimana lapisan lambung meradang. Tetapi banyak ahli yakin bahwa peradangan adalah akibat dari kanker lambung, bukan sebagai penyebab kanker. Beberapa ahli berpendapat, ulkus gastrikum bisa menyebabkan kanker. Tapi kebanyakan penderita ulkus dan kanker lambung, kemungkinan sudah mengidap kanker yang tidak terdeteksi sebelum tukaknya terbentuk.
             Helicobacter pylori, kuman yang memegang peranan penting dalam ulkus duodenalis, juga bisa berperan dalam terjadinya kanker lambung. Polip lambung, suatu pertumbuhan jinak yang berbentuk bundar, yang tumbuh ke dalam rongga lambung, diduga merupakan pertanda kanker dan oleh karena itu polip selalu diangkat.
             Kanker mungkin terjadi bersamaan dengan jenis polip tertentu, yaitu polip yang lebih besar dari 1,8 cm atau polip yang jumlahnya lebih dari 1.
Faktor makanan tertentu diperkirakan berperan dalam pertumbuhan kanker lambung.
Faktor-faktor ini meliputi :
·         Asupan garam yang tinggi
·         Asupan bahan pengawet (nitrat) yang tinggi
·         Asupan sayuran hijau dan buah yang kurang.
Tetapi tidak satupun dari faktor-faktor tersebut yang telah terbukti menyebabkan kanker.(harnawati.wordpress.com)

C. PATOFISIOLOGI
            Helicobacter pylori menginfeksi tubuh seseorang melalui oral, dan sangat sering ditularkan dari ibu ke bayi tanpa ada penampakan  gejala (asimptomatik).
Sekali bersarang, Helicobacter pylori dapat bertahan di perut selama hidup seseorang. Namun, sekitar 10-15 persen individu terinfeksi kadang-kadang akan mengalami penyakit luka lambung atau usus duabelas jari. Kebanyakan luka, lebih umum berlangsung di usus duabelas jari ketimbang di lambung.
Menempel di permukaan
             Helicobacter pylori menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui interaksi-interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung. Mekanisme utama dari bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA.
              Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.
              Pada beberapa individu, Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung. Bila kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga kanker lambung. Kanker lambung merupakan kanker penyebab kematian kedua di dunia. (litbang-depkes go.id)
              Kanker lambung mungkin timbul sebagai penyebaran tumor superficial yang hanya melibatkan prmukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler walupun hal ini jarang. Kira-kira 75% dari karsinom ditemukan pada 1/3 distal lambung, selain itu menginvasi struktur local seperti bag.bawah dari esophagus, pancreas, kolon transversum dan peritoneum. Metastase timbul pada paru, pleura, hati, otak dan lambung.(harnawati.wordpress.com)

D. MANIFESTASI KLINIK
  • Pada stadium awal kanker lambung, gejalanya tidak jelas dan sering tidak dihiraukan.
  • Jika gejalanya berkembang, bisa membantu menentukan dimana lokasi kanker lambung tersebut. Sebagai contoh, perasaan penuh atau tidak nyaman setelah makan bisa menunjukkan adanya kanker pada bagian bawah lambung.
  • Muntah
  • Nausea (mual)
  • Penurunan berat badan atau kelelahan biasanya disebabkan oleh kesulitan makan atau ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral.
  • Anemia bisa diakibatkan oleh perdarahan bertahap yang tidak menyebabkan gejala lainnya.
  • Kadang penderita juga bisa mengalami muntah darah yang banyak (hematemesis) atau mengeluarkan tinja kehitaman (melena).
  • Bila kanker lambung bertambah besar, mungkin akan teraba adanya massa pada dinding perut.
  • Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis) ke tempat yang jauh.Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran hati, sakit kuning (jaundice), pengumpulan cairan di perut (asites) dan nodul kulit yang bersifat ganas. Penyebaran kanker juga bisa menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga terjadi patah tulang. (medicastore.com)
  • Keluhan pencernaan
  • Anoreksia (selera makan menurun/menghilang)
  • Keluhan umum
  • Kelemahan
  • Sendawa (glegeken, Jw)
  • Regurgitasi (isi perut keluar/membalik lagi)
  • Lekas kenyang(kabarindonesia.com)

E. KLASIFIKASI
a.       Kanker lambung tipe I
Bila kanker terjadi pada suatu tonjolan mukosa, misalnya pada permukaan polip
b.      Kanker lambung tipe II
Kelainan pada mukosa datar.
·         tipe II A = datar sedikit menimbul
·         tipe II B = permukaan rata
·         tipe II C = permukaan cekung
c.       Kanker lambung tipe III
Terlihat ada kawah (excavated)(prof daldiyono.wordpress.com)

F. KOMPLIKASI
1.      Adhesi: terjadi perlengketan dengan organ sekitarnya.
2.      Hematemesis (muntah darah)
3.      Obstruksi (sumbatan)
4.      Penyebaran (metastasis) pada berbagai organ, seperti: hati, pankreas, dan kolon.
5.      Perforasi (ada sedikit perlubangan)

G. PENCEGAHAN
  • Hindari makanan yang banyak mengandung bahan pengawet
  • Asupan sayuran dan buah-buahan yang bagus
  • Hindari merokok dan minuman beralkohol
 H. PENGOBATAN
·         Polip lambung jinak diangkat dengan menggunakan endoskopi.
·         Bila karsinoma ditemukan di dalam lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya.
·         Sebagian besar atau semua lambung dan kelenjar getah bening di dekatnya ikut diangkat.
·         Bila karsinoma telah menyebar ke luar dari lambung, tujuan pengobatannya adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup.
·         Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala.
Hasil kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma lebih baik daripada karsinoma. Mungkin penderita akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.(medicastore.com)

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS:
1.      Pemeriksaan fisik: di ulu hati dapat ditemukan massa.
2.      Radiologi: menggunakan pemeriksaan kontras ganda.
3.      Gastroskopi dan biopsi: pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu menegakkan diagnosis dan untuk melihat adanya kanker lambung.
4.      Endoskopi ultrasound: untuk melihat penjalaran tumor perlapis.
5.      Pemeriksaan darah pada tinja: pada tumor ganas lambung sering ditemukan perdarahan dalam tinja (occult bood), sehingga perlu dilakukan tes Benzidin.
6.      Sitologi: pemeriksaan Papaniculaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas lambung dengan hasil 80-90 %. Pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan gastroskopi dan biopsi.

J. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
             Masalah lingkungan dan nutrisi dpt mempengaruhi perkembangan dari kanker lambung. Faktor infeksi Helicobacter pylor, Makan makanan tinggi nitrat dan nitrit, tidak adanya makanan segar dan jumlah vit C, A dan E yg kurang dalam diet, berbagai pengawet, makanan yang panas, diasap, dan diasinkan.,tampaknya meningkatkan insiden tumor lambung. Perokok dan pengguna alcohol b/d perkembangan dari penyakit ini. Pekerja” dalam industri tertentu juga mengalami kejadian kanker lambung yg tinggi. Pekerjaan ini meliputi pabrik nikel, penambangan batu bara, pengolahan tembaga dan karet, asbestos. Status ekonomi yang rendah merupakan status factor resiko yg nyata yg mungkin dapat menjelaskan pengaruh pekerjaan dan makanan. (harnawati.wordpress.com)
   

PENYIMPANGAN KDM

Helicobacteri Pylori


Invasi Gaster

                                             Merusak sel-sel epitel                           
                                                Lambung(peradangan)

          
merangsang mediator                        Ca lambung
        kimia

        nyeri
                                       
                                                                                                        
Perasaan penuh dan             Berduka           Terapi Bedah                   Hemoragi     tidak nyaman                                                 
 

                                                            ansietas     resiko infeksi       kurang volume
anorexia/mual muntah                                                                              cairan


nutrisi kurang dari
      kebutuhan                                                                                                                                   

ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN
             Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yg mengfokuskan pada isu seperti masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yg rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.
Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam? Apakah pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok? Apakah pasien minum alcohol? Jika ya seberapa banyak?
Perawat menanyakan pada pasien bila ada riwayat kleuarga ttg kanker. Bila demikian anggota klg dekat atau langsung atau kerabat jauh yg terkena? Apakah status perkawinan pasien? Adakah seseorang yg dapat memberikan dukungan emosional?
Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa. Perawat harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau massa. Nyeri biasanya gejala yg lambat.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal
    Tujuan : mengurangi nyeri
    Intervensi :
    I/ Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas rekuensi, durasi,dsb
    R/ memberikan dasar u/ mengkaji perub. Timgkat nyeri dan mengevaluasi intervensi
    I/ Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yg dirasakan adalah nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dlm mengurangi nyeri tsb
    R/ rasa takut dpt meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri
    I/ Berikan analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri optimal dalam batas resep dokter
    R/ cenderung > efektif ketika diberikan dini pd siklus nyeri
    I/ Kolaborasi dgn pasien, dokter dan tim kep. Lain ketika mengubaha penatalaksanaan nyeri diperlukan.Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan ; distraksi, imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan, dsb
    R/ meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.
  2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
I/ Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yg tidak menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan
R/ anoreksia dpt distimulasi atau ditingkatkan dgn stimuli noksius
I/ Sarankan makan yg disukai dan yg ditoleransi dgn baik oleh pasien, lebih baik lagi makanan dgn kandungan tinggi kalori/protein. Hormati kesukaan makanan berdasarkan etnik
R/ makanan kesukaan yg dioleransi dgn baik dan tinggi kandungan kalori serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan metabolic yg meningkat
I/ Berikan dorongan masukan cairan yg adekuat, tetapi batasi cairan pd waktu makan
R/ tingkat cairan diperlukan u/ menghilangkan produk sampah dan mencegah dehidrasi. Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dpt mengarah pada keadaan kenyang
I/ Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan
R/ makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dpt ditoleransi dgn baik dan tidak berbau dibanding makanan yg panas
I/ Kolaboratif pemberian diet cair komersial dgn cara pemberian makan enteral mll selang, diet makanan elemental/makanan yg diblender mll selang makan silastik ssi indikasi
R/ pemberian makanan mll selang mungkin diperlukan pd pasien yg sangat lemah yg sist.gastrointestinalnya masih berfungsi.
  1. Berduka b/d diagnosisi Ca
    Tujuan : dapat melewati proses berduka dgn baik
    Intervensi :
    I/ Dorong pengungkapan ketakutan, kekhawatiran, pertanyaan” mengenai penyakit, pengobatan dan implikasinya dimasa mendatang
    R/ dasar pengetahuan yg akurat dan meningkat akn mengurangi ansietas dan meluruskan miskonsepsi
    I/ Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam keputusan perawatan dan pengobatan
    R/ partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control pasien
    I/ Kunjungi klg dgn serin u/ menetapkan dan memelihara hubungan dan kedekatan fisik
    R/ meningkatkan rasa saling percaya dan keamanan serta mengurangi perasaan takut dan disisolasi
    I/ Berikan dorongan ventilasi perasan” negative, termasuk marah dan bermusuhan yg meluap-meluap, didalam batasan yg dapat diterima
    R/ untuk ekspresi emosional tanpa kehilangan harga diri
    I/ Sisihkan waktu u/ periode menangis dan mengekspresikan kesedihan
    R/ perasaan ini diperlukan u/ terjadinya perpisahan dan kerenggangan.
  2. Ansietas b/d penyakit dan pengobatan yg diantisipasi
    Tujuan : mnurunkan ansietas
    Intervensi :
    I/ Berikan lingk. yg rileks dan tidak mengancam
    R/ pasien dpt mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan rasa marah akibat diagnosisi dan prognosisi
I/ Berikan dorongan partisipasi akif dari pasien dan klgnya dlm keputusan perawatan dan pengobatan
R/ untuk mempertahankan kemandirian dan control pasien
I/ Anjurkan pasien mendiskusikan persaan pribadi dgn org pendukung misalnya rohaniawan bila diinginkan
R/ menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.
  1. Kekurangan vol cairan b/d syok/hemoragi
    Tujuan : tidak mengalami kekurangan volume cairan
    I/  Pantau terhadap tanda-tanda hemoragi
        Obsevasi aspirasi lambung thd bukti adanya darah
        Observasi garis jahitan thd adanya perdarahan
         Berikan produk darah sesuai program
    R/ penurunan vol darah sirkulasi dapat menimbulkan syok hipovolemik
    I/ Kaji klien tehadap tanda-tanda syok
       Evaluasi drainase dari balutan dan penampung drainase
       Evaluasi TD, nadi dan frek.pernapasan
       Berikan produk darah ssi program
    R/ menurunnya volume sirkulasi darah dapat menimbulkan syok hipovolemik.
  2. Resiko infeksi b/d insisi bedah
    Tujuan : bebas dari infeksi
    Intervensi :
    I/ Kaji luka thd tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, bengkak, demam, drainase purulen, nyeri tekan
    R/ luka harus bersih, bbrp drainase seroanguinosa dpt terjadi dlm 24 jam pertama dan kemudian berkurang
    I/ Kaji abdomen thd tanda peritonitis, nyeri tekan, kekakuan, distensi
    R/ peritonitis dpt terjadi sekunder akibat bedah lambung

I/ Berikan antibiotic profilaktik ssi program
R/ antibiotic sering diberikan pd klien setelah bedah abdomen untuk mencegah infeksi.(harnawati.wordpress.com)

C. EVALUASI
  1. Sedikit mengalami ansietas
a.       Mengekspresikan rasa takut dan masalah tentang pembedahan.
b.      Mencari dukungan emosi
2.      Mendapatkan nutrisi optimal
a.       Makan makanan porsi kecil dansering dan tinggi kalori, besi, vitamin A dan C
b.      Mendapatkan nutrisi enteral atau parenteral sesuai dengan kebutuhan
3.      Sedikit mengalami nyeri
4.      Dapat melewati proses berduka dengan baik.
5.      Tidak mengalami kekurangan volume cairan
6.      Bebas dari nyeri.((KMB,vol 2 ha1083)

  






DAFTAR PUSTAKA

Suddarth, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3 vol 2.EGC ; Jakarta
www.prof daldiyono.wordpress.com

Read More >>