Rabu, 13 Juni 2012

EPILEPSI


Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau grakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.

B. Etiologi
Etiologi epilepsi terdiri dari :
1.           Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi kira-kira 50 % dari penderita epilepsi anak, awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.
2.           Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibramatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.           Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells.
4.           kelainan kongenital otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kolosum.
5.           Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6.           Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri atau virus pada otak dan selaput toksoplasmosis.
7.           Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8.           Neoplasma otak dan selaputnya
9.           Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10.       Keracunan; timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11.       Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.
Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluaran dari otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simptomatik.
Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intraminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mesenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.
Penyimpangan KDM
(faktor penyebab)
  • Gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel saraf
  • Kelainan pada jaringan
  • Cedera kepala
  • Tumor otak
  • Infeksi meningitis
        ↓
Lesi pada otak
                        (talamus dan korteks serebri)
                                            ↓
                       Gangguan fungsi neuron otak
                                            ↓
                 Gangguan keseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi
                                            ↓
                          Depolarisasi membran neuron
                                             ↓
Terlepasnya muatan listrik secara abnormal ------------ --- ----------- ↓
                                             ↓                                                 kesadaran hilang
Kontraksi simultan    ←   Perubahan motorik kejang                         ↓
Diafragma dan otak, dada             ↓                                                   resiko tinggi terjadi
Lidah, tertekan                        Epilepsi                                               luka
↓                                          ↓
Obstruksi jalan nafas               kurang informasi
↓                                           ↓
Tidak efektifnya jalan             pemahaman proses penyakit kurang
Nafas                                                 ↓
Kurang pengetahuan                           stressor meningkat
Perasaan                                                                                  ↓
↓                                                                                  tidak efektifnya
Gangguan konsepsi                                                     koping adekuat
Diri : rendah diri



D. Manifestasi Klinis
Menurut Commision for Clasification and Terminology of the International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
  1. Sawan parsial/kejang parsial (fokal, local)
  1. Sawan parsial sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
    • Dengan gejala motorik
-          Fokal motorik tidak menjalar, sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja.
-          Fokal motorik menjalar, sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
-          Versif, sawan disertai gerakan memutar kepala, mata dan tubuh.
-          Postural, sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu.
-          Disertai gangguan fonasi, sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
·         Dengan gejala somatosensoris atau sensoris parsial, sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera dan bangkitan yang disertai vertigo
-          Somatosensoris, timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
-          Visual, terlihat cahaya
-          Auditoris, terdengar sesuatu
-          Olfaktoris, terhirup sesuatu
-          Gustatoris, terkecap sesuatu
-          Disertai vertigo
·      Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrum, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
·      Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
-          Disfasia, gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat sesuatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-          Kognitif, gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
-          Afektif, merasa sangat senang, susah, marah dan takut
-          Ilusi, perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar
-          Halusinasi kompleks (berstruktur), mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu dan lain-lain.
  1. Sawan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran).
·   Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran; kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
-          Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
-          Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah-mengunyah, menelan-menelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, berbicara dan lain-lain.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak permulaan serangan
-          Hanya dengan penurunan kesadaran
-          Dengan automatisme
  1. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
1)      Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum
2)      Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum
3)      Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
  1. Sawan umum (konvulsif atau nonkonvulsif)
A.1. Sawan lena (absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼-½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
a.       Hanya penurunan kesadaran
b.      Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral
c.       Dengan komponen atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
d.      Dengan komponen tonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung kebelakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
e.       Dengan automatisme
f.       Dengan komponen autonom.
A.2. Lena tak khas (arypical absence)
Dapat disertai :
a.       Gangguan tonus yang lebih jelas
b.      Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
B. Sawan mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, sekali atau berulang-berulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
C. Sawan klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai terutama sekali pada anak.
D. Sawan tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak.
E. Sawan tonik-klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal dengan nama grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼-½ menit diikuti kejang kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah dan nyeri kepala.
F. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3.      Sawan tak tergolong
Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.

E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnosa Penunjang
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah plemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan yang berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistem seperti hipoglikemia, hiponatremia, anemia dan lain-lain. Keracunan breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur, migren.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memilih kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan berbeda dari satu pasien dengan pasien lain karena beberapa bentuk epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi. Beberapa obat antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal. Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang.


KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji : Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja positif? Mekanisme koping apa yang digunakan?
Observasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengidentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pada pasien epilepsi terdiri dari :
1. Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Intervensi : -Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
-Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen
-Lakukan pengisapan sesuai indikasi
Rasional : -Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
- Untuk memfasilitasi usaha bernapas, ekspansi dada
- Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
2. Resiko tinggi terjadi luka berhubungan dengan terlepasnya muatan listrik secara abnormal dan kesadaran hilang.
Intervensi : - Bila serangan terjadi ditempat tidur letakkan bantal dibawah kepala pasien
- Dampingi pasien saat serangan tejadi
Rasional : - Untuk mencegah benturan di lantai
                 - Untuk mencegah bahaya fisik: aspirasi, lidah tergigit
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan pemahaman proses penyakit kurang
Intervensi : - Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur.
- Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
- Identifikasi perlunya/meningkatkan penerimaan terhadap keterbatasan yang dimiliki, diskusikan tindakan keamanan.
Rasional : - Kebutuhan terapeutik dapat berubah dan efek samping obat yang serius dapat terjadi
- Gangguan kadar hormonal yang terjadi selama menstruasi dan kehamilan meningkatkan resiko kejang.
- Menurunkan resiko trauma oleh diri sendiri atau orang lain terutama jika kejang terjadi tanpa diawali oleh tanda-tanda peringatan tertentu.
4. Gangguan konsep diri, rendah diri berhubungan dengan perasaan negatif terhadap dirinya
Intervensi : - Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan /mengekspresikan perasaannya.
- Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan masalahnya.
- Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien.
Rasional : - Reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan. Adanya keluhan merasa takut, marah dan sangat memperhatikan tentang implikasinya dimasa yang akan datang tepat membantu pasien untuk menerima keadaannya.
- Merahasiakan sesuatu adalah merusak harga diri, menghentikan perkembangan dalam menangani masalah dan mungkin secara aktual meningkatkan resiko trauma atau respons yang negatif ketika kejang itu terjadi.
- Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi depresi tentang keterbatasan.
5. Tidak efektifnya koping adekuat berhubungan dengan stressor meningkat.
Intervensi : - Kaji tingkat kecemasan
- Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Beri informasi tentan kondisinya.
Rasional : - Membantu dalam menentukan intervensi
- Mengurangi rasa cemas karena menyalurkan perasaannya kepada orang lain.
- Memberikan ketenangan kepada klien dan mengurangi rasa cemas.
Masalah kolaboratif / komplikasi potensial
Kemungkinan potensial utama pasien epilepsi adalah status epileptikus. Komplikasi lain adalah toksisitas obat.

C. Intervensi Keperawatan
Mengurangi Rasa Takut terhadap Kejang.
 Rasa takut bahwa kejang dapat terjadi tanpa diduga dapat dikurangi dengan kepatuhan pasien terhadap tindakan yang ditetapkan. Kerjasama pasien dan keluarga sepenuhnya penting. Mereka harus yakin terhadap manfaat program yang ditetapkan. Harus ditekankan bahwa medikasi antikonvulsan yang diresepkan harus dikonsumsi tanpa rasa takut tentang ketergantungan obat selama bertahun-tahun gunakan tanpa ketakutan akan ketergantungan obat untuk beberapa tahun jika obat-obatan tersebut diperlukan. Jika pasien di bawah pengawasan perawatan kesehatan dan didampingi, maka pasien melakukan instruksi dengan taat.
Kontrol kejang bergantung pada aspek pemahaman dan kerja sama pasien. Gaya hidup dan lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan kejang, gangguan emosi, stresor lingkungan baru, awitan menstruasi pada pasien wanita, atau demam. Pasien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup rutin reguler dan sedang, diet (menghindari stimulan berlebihan), latihan, dan istirahat. (gangguan tidur dapat menurunkan ambang pasien terhadap kejang). Aktivitas sedang adalah terapi yang baik, tetapi juga penggunaan energi yang berlebihan dapat dihindari.
Beberapa pasien perlu menghindari stimulasi fotik (cahaya menyilaukan yang kelap-kelip, menonton televisi). Dengan menguanakan kaca mata hitam atau menutup salah satu mata dapat membantu mengontrol masalah ini.
Keadaan tegang (ansietas, frustasi) mengakibatkan kejang pada beberapa pasien. Pengklasifikasian pentalaksanaan stress akan bermanfaat. Karena kejang diketahui terjadi akibat asupan alkohol, maka kebiasaan ini harus dihindari. Terapi paling adalah mengikuti rencana pengobatan untuk menghindari stimuli yang mencetuskan kejang.

Memperbaiki Mekanisme Koping
Telah diketahui bahwa masalah sosial, psikologik, dan perilaku sering menyertai epilepsi yang dapat menjadikan penderita tidak mampu dibanding kejang itu sendiri. Epilepsi disertai dengan perasaan takut, asing, depresi, dan tidak pasti. Pasien harus mengatasi perasaan takut terhadap kejang kontinue, dan konsekuensi yang memalukan. Anak-anak dengan epilepsi mungkin diasingkan dan dipisahkan dari sekolah dan kelompok aktivitas. Masalah ini merupakan masalah selama usia remaja dan menambah tantangan setiap harinya, tidak mampu untuk menyetir dan perasaan berbeda. Pada usia dewasa semua masalah ini menambah beban yang didapat karena sebagai pegawai, membuat keputusan menikah dan mempunyai anak, tidak mendapat asuransi, cacat dan adanya rintangan. Penyalahgunaan alkohol dapat mengakibatkan komplikasi. Beban keluarga menjadi berat, dan masalah keluarga dapat berlangsung menyeluruh berupa penolakan semu sampai terlalu melindungi. Akibatnya dari semua faktor ini, beberapa individu epilepsi mengalami masalah psikologis dan perilaku.
Konseling membantu individu dan keluarga untuk memahami kondisi dan keterbatasan yang diakibatkan oleh epilepsi. Kesempatan sosial dan rekreasi perlu untuk kesehatan mental yang baik. Beberapa orang tidak mampu melakukan koping terhadap epilepsi, sedangkan yang lain mengalami masalah psikologis yang disebabkan oleh kerusakan otak. Individu kejang yang berasal dari lobus temporal otak (area yang mengontrol pikiran dan emosi) mengalami masalah emosi khusus. Gejala-gejala skizofrenia dan impulsif atau perilaku cepat marah dapat disebabkan oleh kerusakan otak yang berhubungan dengan kejang lobus temporal. Pasien ini memerlukan pelayanan kesehatan mental yang komprehensif.
Pendidikan Pasien.
Dari semua pelayanan yang dilakukan oleh perawat yang merawat pasien epilepsi, mungkin yang paling bermanfaat adalah upaya untuk mengubah sikap pasien dan keluarga terhadap penyakit itu sendiri.
Pendidikan pasien meliputi pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi untuk mencegah dan mengontrol hiperplasia gusi pada pasien yang menggunakan fenitoin (dilantin). Pasien juga dianjurkan untuk memberi tahu pemberi pelayanan kesehatan tentang obat-obat yang digunakan karena adanya kemungkinan interaksi obat-obatan bila pengobatan lain diberikan. Selain itu, konseling genetik, evaluasi terus menerus juga perlu.
Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial.
Pasien dan keluarga diajarkan tentang efek samping dan diberikan pedoman khusus untuk menggunakan pengkajian dan mencatat tanda dan gejala yang menunjukkan takar lajak obat.
D. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama untuk pasien meliputi kejang terkontrol, pencapaian penyesuaian psikososial yang memuaskan, mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi, dan tidak adanya komplikasi epilepsi.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan kontrol kejang
a. Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan
b. Mengidentifikasi efek samping obat
c. Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang (cahaya yang menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d. Mengikuti gaya hidup sehat denga tidur yang cukup dan makan dengan teratur untuk menghindari hipoglikemia
2. Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
3. Meningkatnya pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi
4. Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.





 DAFTAR PUSTAKA


Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Edisi 8 Vol.2, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Doenges, Marilyn.E, dkk 1999,Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Harsono, 1996, Kapita Selekta Neurologi, Edisi 2, Gajah Mada University Press : Yogyakarta

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Media Aesculapius.




















1 komentar:

Pupuk Hayati M-BIO mengatakan...

infonya bermanfaat sekali