Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi deferasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/ hari) dan konsistensi (feses cair). Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan, ketidaknyamanan perianal, inkontinensia, atau kombinasi dari factor-faktor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbs mukosa, atau motilitas dapat menimbulkan diare.
Diare dapat bersifat akut dan kronis. Ini dapat diklasifikasikan sebagai volume tinggi, volume rendah, sekresi, osmotik atau campuran. Diare dengan volume banyak terjadi bila terdapat lebih dari satu liter feses per hari. Diare dengan volume sedikit terjadi bila terdapat kurang dari satu liter feses per hari.
1. Etiologi / penyebab
a. Faktor infeksi:
· Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
· Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
c. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
d. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
2. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mangakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
b. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare
c. Faktor makanan
Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mangakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare
d. Faktor psikologi
Dapat memengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya memengaruhi proses peyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare
3. Manifestasi Klinis
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
c. Nyeri perut dan atau kejang perut.
d. Kadang disertai darah atau mukus
e. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.
f. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
g. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
h. Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
i. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis.
j. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
4. Penatalaksanaan




5. Pemriksaan penunjang
a. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
b. Kultur tinja
c. Pemeriksaan elektroilit, creatin, glukosa
d. Pemeriksaan tinja : pH, glukosa , leukosit dan adanya darah
e. Analisa gas darah bila ada tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa (kussmaul)
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat diare
b. Kaji status diare, turgor kulit, mata, membran mukosa mulut
c. Kaji tinja : jumlah, warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar
d. Kaji intake dan output
e. Kaji tanda vital
Riwayat kesehatan di ambil mengidentifikasi awitan dan pola diare serta pola eliminasi pasien sebelumnya. Terapi obat-obatan saat ini, riwayat medis dan beda. Terapi obat-obatan saat ini, riwayat medis dan bedah tedahulu, asupan diet harian, dan jadual makan didiskusikan. Laporan tentang pajanan terakhir terhadap penyakit atau perjalanan ke area geografis lain adalah penting. Pasien juga ditanya tentang kram abdomen dan nyeri, frekuensi dan mengeluarkan feses, adanya feses cair atau berminyak, mucus, pus, dan darah dalam feses.
Pengkajian objektif mencakup penimbangan berat badan pasien, mengakaji terhadap adanya hipotesi posturai atau takikardia, dan inpeksi feses dalam hal konsistensi, bau, dan warna. Auskultasi abdomen atau nyeri tekan perlu diperhatikan. Membran mukosa dan diinspeksi untuk menentukan status hidrasi. Kulit perianal diinspeksi terhadap adanya iriasi.
2. Diagnosa keperawatan
a. Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus.
b. Resiko terhadap kekurangan volume cairan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
c. Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol.
d. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fases yang sering atau encer
3. Rencana Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus.
Tujuan : Peningkatan pola defekasi normal
Intervensi:
Intervensi | Rasional |
1. Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan factor pencetus 2. Selama periode diare akut, pasien didorong untuk beristirahat di tempat tidur 3. Minuman kafein dan karbonat dibatasi 4. Obat-obatan anti diare diberikan sesuai resep | Membantu mengkaji individu dan membedakan beratnya episode Untuk menghindari pergerakan usus Karena akan merangsang motilitas usus Untuk pengobatan diare |
b. Resiko terhadap kekurangan volume cairan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan : menghindari kekurangan cairan
Intervensi :
Intervensi | Rasional |
1. Mengkaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, takikardia, nadi lemah, penurunannnatrium serum, haus) 2. Memantau berat jenis urine 3. Timbang Berat badan tiap hari 4. Cairan parenteral diberikan sesuai resep | Agar segera dilakukan rehidrasi bile terdapat tanda-tamda dehidrasi Untuk mengkaji status hidrasi Sebagai indikator cairan dan nutrisi Penggantian cairan untuk perbaikan kehilangan cairan |
c. Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol.
Tujuan : mengurangi ansietas
Intervensi:
Intervensi | Rasional |
1. Berikan kesempatan klien untuk mengekspresikan rasa takut dan cemasnya 2. Bantu pasien mengidentifikasi makanan pengiritasi dan stressor yang mencetuskan diare 3. Dorong pasien untuk sensitif terhadap petunjuk tubuh tentang adanya dorongan untuk defekasi (kram abdomen, bising usus hiperaktif) 4. Dukung pasien untuk menggunakan mekanisme koping 5. Berikan obat-obatan ansietas sesuai program | Agar perasaan khawatir klien berkurang Dengan mengetahui makanan pengiritasi dan stressor pencetus dapat membantu dalam mengontrol eliminasi Agar pasien segera melakukan defekasi bila ada dorongan. Sebagai pertahanan pasien terhadap anxietas yang berlebihan Untuk mengurangi ansietas pasien, jika kecemasan yang berlebihan |
d. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fases yang sering atau encer.
Tujuan : mempertahankan integritas kulit perianal
Intervensi :
Intervensi | Rasional |
1. Menginstruksikan pasien untuk mengikuti rutinitas perawatan kulit seperti : mengelap atau mengeringkan area setelah defekasi, membersihkan dengan bola kapas, dan memberikan pelindung kulit | Agar kulit daerah perianal tetap kering |
4. Evaluasi
Hasil Yang Diharapkan
a. Melaporkan pola defekasi normal.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan.
Ø Mengkonsumsi cairan per oral dengan adekuat.
Ø Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan atot.
Ø Menunjukkan membrane mukosa lembab dan turgor jaringan normal.
Ø Mengalami keseimbangan asupan dan haluaran.
Ø Mengalami berat jenis urin normal.
c. Mengalami penurunan tingkat asietas.
d. Mempertahankan integritas kulit.
a. Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi.
b. Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit
DAFTAR PUSTAKA
.
Alimul aziz, 2006. Pengantar Ilmu keperawatan Anak. Salemba Medika. Jakarta
Brunner & Suddarth, 2001. Keperawataan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Mansjoer arif.2000.kapita selekta kedokteran.Media Aesculapius.jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar